Orientasi Kewirausahaan atau entreprenuership orientation adalah sebuah konsep yang mapan dalam ilmu manajemen. Sementara, kewirausahaan sosial atau social entrepreneurship adalah konsep yang relatif lebih baru sehingga masih menghadapi kontestasi yang cukup keras. Pertanyaannya, bagaimana kalau kemudian orang bertanya tentang penggabungan keduanya, yaitu orientasi kewirausahaan sosial?

Pertanyaan itulah yang ingin dijawab olehSascha Kraus dan rekan-rekannya lewat artikelbertajuk Social Entrepreneurship Orientation: Development of a Measurement Scale, yang baru saja muncul di International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research. Artikel ini memang masih sangat baru, bahkan masih terhitung sebagai early cite.

Kraus dkk menggunakan metode Delphi, dengan mengundang 20 pakar orientasi kewirausahaan dan kewirausahaan sosial dan benua Amerika dan Eropa untuk mengetahui opini mereka masing-masing dan hasil pemikiran kolektifnya. Mereka kemudian menemukan empat kriteria yang disepakati oleh para pakar itu, yaitu inovasi, pengambilan risiko, sifat proaktif, dan derajat sifat sosial.

Keempat kriteria itu sangat menarik, lantaran memang benar-benar menggambarkan bagaimana bisnis sosial diciptakan, direncanakan, dieksekusi dan dinilai keberhasilannya. Menempatkan inovasi sebagai kriteria pertama sangatlah tepat, mengingat inovasi sosial memang adalah jantung dari bisnis sosial. Bagaimana risiko diambil juga menunjukkan sifat dari para pebisnis sosial yang memang berani mengambil risiko bisnis demi kemaslahatan masyarakat dan lingkungan.

Sifat proaktif sendiri jelas harus dimiliki oleh para pebisnis manapun. Namun, bagi pebisnis sosial, sifat ini perlu diterjemahkan lebih jauh menjadi proaktif dalam penyelesaian masalah ekonomi, sosial atau lingkungan tertentu yang dihadapi oleh kelompok masyarakat. Masalah-masalah itu biasanya tak diurus secara memadai oleh pasar maupun negara. Sifat sosial yang tinggi tampaknya sudah melekat pada pebisnis sosial. Namun, tentu ada yang punya derajat yang lebih tinggi dibandingkan yang lain.

Terkait dengan inovasi, mereka menemukan adanya tiga indikator penting. Yang pertama adalah bagaimana perusahaan sosial memandang pentingnya inovasi sosial atau pemecahan masalah sosial dengan menggunakan pendekatan yang baru dan lebih baik. Kedua, sejauh apa perusahaan sosial berinvestasi dalam cara-cara baru untuk meningkatkan dampak sosialnya terhadap penerima manfaat. Terakhir, seberapa sering ide-ide baru untuk memecahkan masalah sosial itu muncul di dalam perusahaan.

Dalam pengambilan risiko, indikator pertama yang dilihat adalah apakah perusahaan sosial itu takut/ragu ataukah tidak dalam mengambil risiko ketika memang itu merupakan konsekuensi dari tujuan sosialnya. Kedua, seberapa perlu tindakan heroik untuk mencapai misi sosialnya itu.Ketiga, bagaimana perusahaan sosial bersikap terhadap peluang-peluang sosial yang muncul di dalam operasinya.

Sifat proaktif pertama-tama diukur dengan melihat apakah perusahaan sosial itu memang bersungguh-sungguh menjadi yang terdepan dalam memperbaiki dunia melalui bidang kerjanya. Berikutnya, indikator yang diajukan adalah bagaimana tendensi perusahaan sosial tersebut menjadi lebih baik dibandingkan dengan organisasi lain yang menangani masalah yang sama. Dan, apakah inisiatif-inisiatif yang diluncurkan perusahaan sosial tersebut cenderung untuk diikuti bahkan dikopi oleh organisasi lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>