Revolusi Industri 2.0

Revolusi industri 2.0 atau yang juga dikenal sebagai Revolusi Teknologi, terjadi di awal abad ke-20, antara 1870 s.d awal Perang Dunia I. Revolusi industri ini ditandai dengan penemuan tenaga listrik. Tenaga otot yang saat itu sudah tergantikan oleh mesin uap, perlahan mulai tergantikan lagi oleh tenaga listrik. Walaupun begitu, masih ada kendala yang menghambat proses produksi di pabrik, yaitu masalah transportasi. 

Di akhir 1800-an, mobil mulai diproduksi secara massal. Produksi massal ini tidak lantas membuat proses produksinya memakan waktu yang cepat karena setiap mobil harus dirakit dari awal hingga akhir di titik yang sama oleh seorang perakit mobil. Artinya, untuk merakit banyak mobil, proses perakitan harus dilakukan oleh banyak orang yang merakit mobil dalam waktu yang bersamaan.

Revolusi terjadi dengan terciptanya “lini produksi” atau assembly line yang menggunakan “ban berjalan” atau conveyor belt pada 1913. Hal ini mengakibatkan proses produksi berubah total karena untuk menyelesaikan satu mobil, tidak diperlukan satu orang untuk merakit dari awal hingga akhir. Para perakit mobil dilatih untuk menjadi spesialis yang mengurus satu bagian saja. Selain itu, para perakit mobil telah melakukan pekerjaannya dengan bantuan alat-alat yang menggunakan tenaga listrik yang jauh lebih mudah dan murah daripada tenaga uap. Tenaga listrik sebagai sumber utama dan Combustion Chamber (Ruang Pembakaran). Penemuan ini kemudian diikuti dengan kemunculan pesawat telepon, serta pesawat terbang yang mengubah wajah dunia secara signifikan.

Revolusi industri 2.0 ini juga berdampak pada kondisi militer pada Perang Dunia II. Ribuan tank, pesawat, dan senjata diciptakan dari pabrik-pabrik yang menggunakan lini produksi dan ban berjalan. Hal ini terjadi karena adanya produksi massal (mass production). Perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri boleh dibilang menjadi komplit.

Pada era ini, manajemen bisnis pun mengalami perkembangan yang memungkinkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi fasilitas industri. Hal tersebut pun membentuk adanya divisi-divisi pekerjaan dimana setiap pekerja hanya bekerja dalam bagian tertentu dari seluruh proses pekerjaan. Sehingga, Assembly Lines atau proses manufaktur dimana setiap bagian disusun berdasarkan urutan untuk menghasilkan produk jadi yang lebih cepat dari metode manufaktur yang biasa dilakukan.

Sumber : wartaekonomi.co.id, eproc.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>