Saat ini banyak perusahaan di belahan dunia dan di Indonesia mulai menerapkan standar ESG (Environmental, Social and Governance) dalam aktivitas bisnisnya. Standar ESG dapat dikatakan sebagai konsep maupun sistem yang menerapkan kegiatan pembangunan, keberlanjutan bisnis, dan investasi dengan tiga pilar utama, yakni lingkungan (Environmental), sosial (Social), dan tata kelola (Governance). Dalam setiap aksi maupun keputusan perusahaan mendahulukan prinsip-prinsip kepedulian terhadap lingkungan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola yang baik dan patuh terhadap ketentuan hukum yang berlaku.

Prinsip ESG awalnya muncul dikarenakan adanya kesadaran bahwa kegiatan bisnis dan investasi tidak hanya sebatas untuk mencari keuntungan semata, namun hal tersebut memiliki dampak yang begitu luas terhadap lingkungan hidup dan sosial kemasyarakatan. Dampak aktivitas bisnis ini tidak hanya berlaku untuk jangka pendek, namun juga berdampak dalam jangka waktu yang relatif lama.

Standar dan konsepsi mengenai ESG sering digunakan oleh para investor tingkat global maupun regional, yang diawali dengan diperkenalkannya Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance) bagi industri perbankan. Kriteria ESG sudah menjadi pertimbangan dasar bagi investor dalam pengambilan keputusan apakah akan berinvestasi atau tidak dalam bisnis atau perusahaan tertentu.

Implementasi atas aspek ESG yang kemudian berkembang menjadi berbagai fokus kegiatan berkelanjutan merupakan poin penting dalam menentukan keberlanjutan bisnis dan investasi; seluruh sektor usaha seperti pertambangan, energi, pertanian, jasa keuangan, kesehatan, otomotif, dan bentuk usaha strategis lainnya membutuhkan ESG sebagai alat untuk memitigasi risiko bisnis dan untuk menarik minat investor (corporate branding).

Terdapat beberapa ragam standar penerapan ESG, namun setidaknya poin penting ESG mencakup sebagai berikut; pertama, Aspek Lingkungan Hidup, termasuk energi yang digunakan oleh perusahaan, limbah yang dikeluarkan, sumber daya yang dibutuhkan, dan dampak lingkungan bagi makhluk hidup. Aspek lingkungan juga mencakup emisi karbon, polusi suara dan perubahan iklim. Selain itu pengolahan limbah agar tidak menjadi polutan, tindakan konservasi ekosistem sumber daya alam (tumbuhan dan hewan).

Kedua, Aspek Sosial, mencakup aspek hubungan dan peranan perusahaan kepada masyarakat dan institusi. Aspek sosial juga menyentuh isu keragaman serta inklusi saat perusahaan beroperasi dalam masyarakat yang lebih luas dan beragam. Selain itu penghormatan terhadap hak asasi manusia dan lingkungan sosialnya perlu dilakukan agar tercipta suatu lingkungan bisnis yang saling menguntungkan dan membangun taraf hidup masyarakat sekitar.

Ketiga, Aspek Tata Kelola; tata kelola fokus pada bagaimana sebuah perusahaan memiliki proses pengelolaan yang baik dan berkelanjutan pada bagian internal perusahaan. Tata kelola merupakan sistem pelaksanaan, kontrol, dan prosedur yang diterapkan perusahaan untuk mengatur operasional, membuat keputusan yang efektif dan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam keberlanjutan suatu bisnis maka kepatuhan haruslah diterapkan secara menyeluruh, begitu juga dengan standar ESG yang menuntut sejalan dengan praktik bisnis dari hulu hingga hilir.

Penerapan ESG tentunya harus dimulai dengan tata kelola yang baik (good corporate governance), apabila tata kelola dirumuskan dengan bijak dan sesuai ketentuan yang berlaku maka aspek lingkungan hidup dan sosial akan mengikuti menjadi baik. Oleh karena itu maka dalam hal tata kelola perusahaan harus patuh terhadap regulasi yang ditetapkan pemerintah/regulator.

Pengaturan Hukum

Pengaturan ESG saat ini diatur secara sektoral dan lebih pada kebijakan perusahaan. Praktik ESG dapat dilihat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. Fokus POJK ini adalah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang mampu menjaga stabilitas ekonomi dan sistem perekonomian nasional yang mengedepankan keselarasan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

Pasal 1 ayat 8 dan 9 POJK Nomor 51/POJK.03/2017 menjelaskan mengenai keuangan berkelanjutan merupakan dukungan menyeluruh dari sektor jasa keuangan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Sedangkan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Harus kita akui pelaksanaan ESG saat ini belum maksimal dikarenakan minimnya dukungan dari pemerintah atau regulator, pengaturan yang bersifat sektoral tentunya menghambat penerapan ESG di sektor – sektor lainnya. Dengan adanya pengaturan hukum yang mengikat secara luas diimbangi dengan penerapan sanksi bagi yang tidak patuh dapat menjadi cambuk agar perusahaan di Indonesia fokus pada penerapan ESG.

Saat ini terdapat beberapa ragam kriteria atau standar dalam pemenuhan ESG. Masing-masing standar disusun oleh lembaga, perusahaan, atau organisasi yang berbeda dengan fokus penyajian informasi yang berbeda juga, walaupun masih dalam lingkup ESG. Berbagai standar tersebut selain menjadi pilihan bagi perusahaan dalam penyajian informasi, di sisi lain membuat bingung perusahaan dan juga investor. Informasi yang disajikan menjadi tidak seragam di antara perusahaan dan analisa yang dilakukan oleh investor juga akan berbeda-beda.

Berdasarkan hal tersebut di atas, konsep ESG beserta hal lainnya yang terkait perlu untuk dibuatkan peraturan perundang-undangannya. Dimana hal ini akan mempertegas komitmen pemerintah untuk membuka ruang investasi yang berlandaskan standar ESG. Dengan adanya regulasi yang mengatur, maka aspek-aspek lingkungan, sosial kemasyarakatan, dan tata kelola perusahaan dapat diwujudkan dalam pengembangan iklim investasi Indonesia yang sehat dan membangun budaya investasi yang berpedoman pada ESG.

Penerapan ESG pada tata kelola perusahaan dapat menjadi alat dalam memitigasi dan manajemen risiko hukum. Dalam kegiatan bisnis perusahaan pasti memiliki risiko-risiko tertentu yang dapat menghambat jalannya usaha. Penerapan ESG tentunya tidak lepas dari regulasi yang menaunginya, yakni salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UUD 1945 (Pasal 33); pada pokoknya menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.

Tanggung Jawab Bersama

Standar ESG yang diterapkan pada suatu perusahaan akan membuka jalan terhadap modal/peluang yang besar dan memberikan dampak kepada corporate branding yang lebih kuat. ESG juga mendorong pertumbuhan jangka panjang berkelanjutan yang akan menguntungkan perusahaan dan investor.

Selain fokus pada keuntungan dan investor, ESG terbukti memberikan dampak positif kepada lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat. Perusahaan dapat turut serta dalam membangun lingkungan hidup dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat sekitar.

Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan kerja sama yang optimal, baik dari tingkat pusat hingga daerah dalam rangka implementasi standar ESG. Dengan demikian diharapkan dapat mengembangkan potensi sumber daya yang tersedia dengan memperhatikan keutuhan lingkungan hidup, keadilan sosial dan tata kelola perusahaan yang sehat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>